Minggu, 11 Januari 2015

Tentang Kecewa

Kecewa ? kenalin, itu teman akrabku. Aku sudah berkali-kali merasakannya, tidak terhitung. Harusnya sik udah kebal, tapi meskipun sudah sering, tetap saja waktu ngerasainnya, aku sakit. Seolah gong yang diam dipukul berkali-kali, tiada jera aku hadapinya. Sepertinya si Kecewa memang ingin jadi teman setiaku dibanding jadi temannya si harap. Kenapa demikian?

Kata orang, kecewa itu timbul karena berharap, kemudian harapan itu tidak sesuai kenyataannya. Makin besar harapan, makin dalam kecewanya. Dimana ada harap, disitu ada kecewa.
Iya memang benar apa yang dikatakan orang-orang, akupun merasakannya. Akan tetapi, ada hal lain yang aku rasakan tentang ini ; meskipun aku tidak berharap, si kecewa masih saja nongol. Kayak parasit, dia masih saja menempel lekat disekujurku, seperti betah menggerogoti disetiap celah-celah hatiku.

"Ah masa sik, gak berharap aja bisa kecewa? rada mustahil deh kayaknya!", itu komentar yang kurang lebih sama terlontar dari mulut-mulut orang sekitarku.
Lah, lalu apa yang aku rasain ini namanya jika bukan sebuah kekecewaan? Perasaan dimana aku terluka, padahal aku tidak berharap apapun padanya. Aku sudah tau akan seperti ini, akupun sudah sengaja tak ingin memikirkan apapun tentangnya yang sewaktu-waktu menimbulkan setitik asa. Sepertinya, usaha pencegahan itu semuanya gagal. Tetap saja aku bersedih, aku terluka, aku sakit.

Aku sudah pernah terlalu berharap akan sesuatu, akan banyak hal. Sudah pernah menggantungkan harapku itu setinggi langit pada seseorang. Namun saat harap itu terjawab dengan hal yang jauh dari angan, saat dia jatuh terhempas kencang begitu saja ke tanah, saat itu pula aku melihat dan menyadari, bahwa semua itu adalah hal yang seharusnya tidak aku lakukan. Aku lupa kalo aku manusia, dan mereka juga manusia biasa. Aku sempat khilaf untuk lebih mempercayai sesamaku dibanding Penciptaku, Maha Penentu Semuanya. Aku telah salah memilih untuk mengimankan diri pada mereka-mereka yang belum tentu bisa menghargai segala harap dan yakinku.

Sejak saat itu pula aku putuskan untuk berhenti berharap. Tapi apa yang terjadi? Kecewa itu masih dan masih saja hadir! ya Tuhan, aku benci bila harus mengakui bahwa aku merasakan itu lagi. Aku sudah sangat jauh dari batas lelahku, tapi aku enggan berhenti untuk merindukan seseorang untuk diandalkan menjaga semuanya dariku, meskipun seharusnya aku hanya mengandalkan diriku sendiri dan tuhanku.

Sebentar..
Aku tersentak.

Saat kutulis semua tentang kecewaku ini, aku menyadari, yang ku kecewakan adalah ;
diriku sendiri..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar