Sabtu, 20 Desember 2014

I Love My SuperBoy




Jam 3.30, pelajaranpun selesai. Sebagian besar murid mungkin pulang, tapi tidak denganku dan siswi-siswi centil yang bertujuan sama denganku, menyaksikan Satria berlatih maraton. Namun lagi-lagi aku selalu kalah cepat sama yang lain. Pasti aku selalu dapet barisan paling belakang dikerumunan mereka dilapangan.
“Hahaha Nia, kamu ketinggalan lagi ya..” Seru Icha, sahabat karibku disekolah dari kejauhan. Sayangnya doski suka banget ngejekin aku.
“Ah Ichaaa udah jangan rese deh. Sebal!,” Kutekuk mukaku sambil berdiri dibarisan belakang. Aku memang terkenal dengan julukan ‘slow girl’ di sekolah, bahkan dirumah. Eh, dimana aja deh kayaknya! Melakukan apapun serba lamban, aku yang duluan keluar kelas, tapi aku yang terakhir sampe ke lapangan.
Iya, Kurnia Dwiyanti itu lamban, nggak seperti anak-anak yang lain. Sejak kecil melakukan apapun selalu yang terakhir diantara yang lain. Baik itu lari, makan, mandi. Semua selalu meneriakkan kata,”Niaaaa buruan...” atau “Niaaaa cepetaaann...” dan “Niaaaa cepet dikit kenapa sih?!” Bosen! Tiap hari adaaa aja yang gak pernah sabar nungguin atau nerima kekurangan aku satu ini.
Meskipun begitu, aku gak pernah nyerah buat yang namanya dapetin Satria, Superboy dambaanku. Atlet lari yang begitu dikagumi gadis-gadis disekolah. Wajar aja, udah cakep, larinya cepet, pinter, cool lagi. Siapa yang gak mau coba? Apalagi cewek seumuran aku yang masih kelas 2 SMA. Bener-bener idaman cowok kayak Satria. Aku suka matanya yang tertuju langsung pada garis finish. Aku suka bayangannya yang begitu cepat melintasi lapangan. Dia seperti angin. Satria Pratama. Dia cinta pertamaku. Cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Tiba-tiba..
“EH EHH KAMUUU YANG KUNCIR KUDAAAA... AWASSSSS BOLAAAAA !!!”
Kudengar teriakan itu dari arah lapangan bola kasti dibelakang, dan saat kutoleh kebelakang, baru kusadari ada sebuah bola kecil yang dalam hitungan detik akan segera tertuju kearah wajahku.
“Aduh bagaimana ini? Aku lari juga percuma. Aku diem juga kena” Aku ngomong sendiri. Pasrah. Dan..
“BLASHHHHH...”
“BODOHHHHH HATI-HATI DONG JANGAN ASAL MUKUL BOLA !”
Kukenal suara itu. Satria ? Beneran Satria!  Ternyata dia mendengar teriakan orang tadi dan menangkap bola yang hampir menyentuh wajahku. Unbelieveble ! Gerakannya persis seperti cahaya kilat. Kesigapannya menghadang bola benar-benar cepat dan memukau. Kalo tahu kayak gini, aku mau setiap hari hampir kena bola asalkan ditolong sama Satria.





“Kamu juga hati-hati lah” Ujarnya padaku. Dia sempat melihatku beberapa detik, lalu berlalu meninggalkanku yang masih dalam posisi tangan menutup wajah. Perasaan campur aduk. Deg-degan, senang, semuanyaaa. God, thanks ya buat kejadian hari ini. Hihi.
***
Sabtu pagi, jam 08.15. Aku terlambat gara-gara gak bisa tidur mikirin kejadian kemarin. Untung sekolah cuma 10 menitan jalan kaki dari rumah.
“Tiiitt... tiiiiiitttt....” suara klakson motor memanggil. Sosok cowok keren membawa Ninja merah berhenti dan membuka helmnya dan ternyata dia Satria.
“Kamu yang kemarin dilapangan kan yah? Ayok sini ikut aku. Aku juga telat nih. Hayo buruu..”
Lagi-lagi gak bisa dipercaya. Ya Tuhan mukjizat apa lagi ini? Pagi-pagi udah dikirimin malaikat ganteng buat ngeboncengin aku. Sesampainya diparkiran aku segera mengucapkan terimakasih dan berlari menuju kelas.
“Hei tunggu, nama kamu siapa?” Satria berhasil menyusulku hanya dengan berjalan cepat, padahal aku lari tunggang langgang.
“Kurnia.. panggil aja Nia..”
“Nia aku suka kamu sejak pertama ngelihat kamu kemarin, kamu mau kan jadi pacar Satria?”
HAAAHHHH ??!!!!!Hahahahahahaha aduh aku mendadak pusing. Antara girang, gak percaya, ngos-ngosan, semuanya gabung. Satria sosok yang aku suka sejak kelas 1 ini malah nembak aku dalam keadaan tergesa-gesa seperti ini? Tuhan terlalu baik ya sama aku.
“Mau yah Nia, atau kamu gak suka jadi pacar Satria? jawab dong kita udah telat ini”
“Bu..bukan...aku suka kok. Suka. Suka banget sama kamu, ta.. tapi kan aneh”
“Aneh apanya? Aku serius. Jadi kita pacaran yah!”
“A..a..a...” aku gabisa berkata-kata. Terlalu terkejut sama semua ini.
“Mau bilang aku mau kan? Oke mulai sekarang Nia pacarku! Udah ya aku masuk kelas dulu dadah pacar!” Teriaknya meninggalkanku yang masih bengong. Aku harus cerita sama Icha. Dia harus tahu apa yang aku alamin ini.

“HAHAHAHA jadi Satria yang serba cepat, nembak Nia yang serba lamban? HAHAHA lucu lucu !!” Icha kembali menertawakanku saat kuceritakan kejadian kemarin pagi.
“Pasti kamu bahagia banget kan akhirnya cintamu gak bertepuk sebelah tangan lagi?
“Iya, masih sulit aku percaya, orang yang hampir 2 tahun aku sukai, tiba-tiba aja nembak kayak gini. Aaaaaa aku senangggg Ichaaa” kupeluk sahabatku yang nyebelin ini.









“SAYAAANGGG...” Satria memanggilku memasuki kantin. Semua mata tertuju padanya, lalu menoleh kearahku. Mendadak seisi kantin makin bising, heboh dengan teriakan Satria tadi. Cibiran-cibiran pedas terdengar begitu jelas ditelingaku. Ah masa bodoh, yang penting semua udah tahu, kalo Satria emang punya aku.
“Abis ini pulang bareng yah Nia sayang”
Aku hanya mengangguk malu. Ini kencan pertama kami sepulang sekolah. Seperti mimpi rasanya bisa nonton dan makan bareng Satria. Hal ini sudah kuidam-idamkan. Meski selama bersamanya aku benar-benar merasakan perbedaan kecepatan yang intens. Makna film yang kami tontonpun aku baru ngeh pas nunggu pesanan makan dihidangin, sedangkan dia cepat tanggap dari selesai film. Sekarang waktu makan bareng, aku masih ngeracik bumbu buat baksonya, eh dia udah selesai makan duluan.
“Kamu serba cepat ya sayang..” Gumamku kagum.
“Gak apa-apa kok, aku kalo makan emang cepet. Soalnya aku tipe cowok gak sabaran, kalo pelan itu rasanya buang-buang waktu. Aku serakah, apa-apa semuanya mau dikerjain, makanya suka cepat, gak bisa diem.”
Aku merasa makin minder mendengar ucapan itu dari mulut Satria. Apa mungkin pacaran denganku buang-buang waktu juga? Lalu kenapa dia mau sama aku?

***
Hari Senin ini, jadwalnya Satria kembali latihan maraton. Dia mengingatkanku untuk selalu melihatnya berlatih, katanya aku ini semangatnya, jadi baik latihan atau perlombaan, aku harus datang.
“YAANGGG LIAT AKUUU...”
Satria berteriak sambil berlari dilintasan dengan maksud memamerkan kecepatannya berlari. Dia begitu keren dengan keringatnya yang mengucur dari sela rambut mengalir turun ke pipinya. Aku masih gak percaya dia sudah menjadi superboy-ku sekarang.
“Heh.. kamu pacarnya Satria kan? Ada yang perlu dibicarain sebentar keruangan saya.” Tiba-tiba pelatih maraton Satria nyamperin dan berkata seperti itu.
“HAH? Aku disuruh berhenti pacaran sama Satria?”
“Sejak dia pacaran sama kamu, kecepatannya berlari jadi kacau, malah makin menurun. Sering bolos latihan, alasan inilah, itulah. Pokoknya demi kebaikan Satria, lebih baik jangan dekati dia lagi dulu.”

Gak bisa kalo kayak gini. Apa hak dia ngelarang aku sama Satria pacaran? Tapi aku egois kalo maksain kehendak. Satria harus bisa mencetak rekor lari maraton tercepat demi prestasinya dan reputasi sekolah. Tuhan, masa secepat ini aku harus berpisah darinya?








“Ah gile aje tuh pak Ibnu. Apa-apaan. Mana bisa seenak jidatnya ngatur-ngatur!” Icha sewot banget waktu aku ceritain semuanya.
“Udah Cha, emang bener kata dia. Aku udah jadi penghalang buat masa depan Satria. Biarlah aku mundur untuk saat ini, jodoh udah diatur Allah..”
“Tapi, Nia..”
“Ini keputusan aku. Tolong hargai Cha.” Aku tersenyum paksa dihadapan Icha, demi menutupi kesedihanku. Dan hari ini juga, aku temui Satria diruang OSIS dan mengutarakan semuanya.
“Apa?? Kenapa cepet banget kamu bicara kayak gini?? Salah aku apa??”
“Kamu gak ada salah, kamu tahu sendiri kan aku orangnya lamban, kalo aku harus selalu menyamai kecepatanmu aku capek, Sat. Maaf..”
Satria memandangku kesal. Wajahnya menunjukkan kekecewaan yang mendalam padaku setelah aku katakan semua itu.
“Sudah kuduga bakal kayak gini. Selalu saja semua orang ngomong yang sama. Katanya mereka pengagumku, tapi memandang aku terlalu hebat. Saat latihan juga begitu, yang lain kecapean dan selalu aku sendirian didepan”
“Satria.. maaf..”
“Hanya kamu yang aku pikir beda dari mereka! AKU PIKIR KAMU AKAN TETAP MENGIKUTIKU SAMPAI KAPANPUN SEBERAPAPUN CAPEKNYA! Tapi aku salah. Benar-benar salah duga...”
Ia pergi dan berlalu dengan menundukkan kepalanya. Astaga, aku baru menyadari betapa bodohnya aku. Dia selalu berlari sendirian, dan aku selalu ditinggal sendirian. Kami sama-sama kesepian, dalam kesendirian yang sama.. Ya Tuhan.. Aku benar-benar salah telah mengucapkan kalimat tadi. Aku menyesal...

***
Kucurahkan penyesalanku sama Icha melalui handphone. Aku menangis sejadi-jadinya. Sakit, aku melakukan ini demi kebaikan Satria, tapi malah kulakukan dengan cara mengecewakannya. Icha hanya menyabarkanku. Menyuruhku untuk berhenti menangis. Dia bilang bahwa semua akan baik-baik saja.
“Oh iya, besok lomba maraton antar SMA, Satria jadi unggulan sekolah kita. Dia bakal ikutan lomba. Kamu harus nonton ya, buktiin kalo kamu masih peduli sama dia”
“Nggak aku gak berani liatin muka depan dia. Dia pasti benci sama aku”
“Kok ngomongnya gitu? Katanya nyesel, katanya sayang, ya kamu harus nonton buat buktiin itu semua, terus minta maaf sama dia”
“Aku pikir-pikir lagi ya”








Iya aku memang memikirkannya. Aku bingung. Aku masih sangat menyayangi dia, tapi apa mungkin Satria mau memaafkanku? Aku juga pengen ngeliat dia bertanding. Saat dia berlari adalah masa-masa terbaik darinya yang selalu aku lihat dari dulu. Aku begitu mengagumi sosoknya yang berlari itu. Berarti aku harus menyaksikannya besok.

Kamis pagi, jam enam tepat, aku sudah berada dilapangan sekolah. Aku sengaja bangun pagi-pagi banget mempersiapkan semuanya. Aku gak mau ‘slow girl’ ini ketinggalan lagi buat nyaksiin ‘superboy’ beraksi dilapangan. Meski aku udah berhasil berada dibarisan paling depan diantara kerumunan siswi-siswi pengagum Satria, tapi hati kecilku masih bercampur rasa malu dan takut ia mengacuhkanku atau pura-pura tidak melihatku.
Tepat pukul tujuh pagi, perlombaan laripun dimulai. Kudengar pengeras suara menyerukan aba-aba untuk para peserta. Kucari-cari sosok Satria disana. Ada! Dia yang paling tinggi, paling gagah, dan paling tampan. Kini aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Ingin kuteriakan kata-kata penyemangat seperti yang lainnya, tapi apa daya aku tak sanggup. Kulihat dirinya diposisi paling depan dari yang lain, seperti biasa. Namun anehnya, mengapa ia seakan berlari menuju arahku? Gak mungkin. Tujuannya pasti menuju garis finish, bukan aku.

“YAAA NOMOR PUNGGUNG 01 ATAS NAMA SATRIA PRATAMA BERHASIL MENCAPAI GARIS FINISH DIURUTAN PERTAMA...!!”
Spontan aku bersorak kegirangan mendengar juri meneriakkan dengan jelas bahwa satria adalah pemenang. Eh tunggu, tapi kok, Satria tetap saja berlari? Loh kok sepertinya berlari kearahku? Mukanya marah, kesal. Aduh benar, dia berlari menghampiriku. Harus gimana ini? Apa dia mau memarahiku lagi? Aku harus segera berlari meninggalkan kerumunan. Niatku meminta maaf tiba-tiba lenyap.
“KURNIAAAAAAAA TUNGGUUU AKUUU !!!”
Makin ketakutan aku mendengar teriakannya. Aku berlari makin kencang, tapi lagi-lagi dengan kecepatan supernya, dan aku yang benar-benar lamban, dia berhasil menggapaiku dan menarik lenganku.
“Kamu mau kemana, Nia?! Dasar Bodoh! Kenapa kamu gak bilang semua gara-gara pak Ibnu?”
Aku kaget. Darimana Satria tahu hal ini? Pasti Icha yang ngasih tahu semua ini ke dia. Lalu pak Ibnu menghampiri kami yang masih sama-sama dalam keadaan tegang.
“Wow Satria kamu tadi hebat sekali mencetak rekor baru!”
“Ini semua karena Nia, pak! Dia bukan penghalang buat aku, justru dialah tujuanku, garis finish-ku! Bapak gak ada hak menghakimi Nia dan mengurus hubunganku!”
“Benar pak, lihat buktinya, Satria memenangkan pertandingan kan?” Tiba-tiba Icha datang sambil menyahuti perkataan Satria.






“Kalian ini...Hah..!! terserah..!!” Pak Ibnu pergi dengan muka datarnya. Dia seakan tak menerima semuanya.
“Nia, aku sayang sama kamu. Percaya, dengan kita bersama, nggak ada lagi kata kesepian, nggak ada lagi kata sendiri...”
Kupeluk tubuh Satria yang dipenuhi keringat itu. Maafin aku sayang, aku janji gak akan pernah ninggalin kamu dalam sepi, gak akan lelah mengejarmu dan menemanimu, meski dengan keterbatasan ini. I love you, my-superboy...



***







Tidak ada komentar:

Posting Komentar