Selasa, 10 Maret 2015

Cerita Ego, Sang Pembunuh.


Dian, nama wanita yang tak pernah aku lupakan. Penyesalan dan kepedihan selalu setia mengiringi saat sosoknya muncul dalam ingatan.
4 tahun silam, aku menjalin kasih dengannya. Kami berkuliah dikampus yang sama di Malang, dengan jurusan yang sama pula.
Katanya dia begitu mencintaiku, berikut kekurangan dan kebiasaan burukku. Dian memang tidak pernah marah saat aku melakukan hobi
bermain PS 3 ku yang sering membuatku lupa segalanya. Lupa waktu, lupa kuliah, lupa makan, bahkan melupakannya. Aku melunjak.
Melihatnya yang begitu diam aku makin lupa diri. Janji dengannya sering kuingkari hanya karena tidak mau kalah dalam pertandinganku.
Namun hal ini lama-lama membuatnya geram.
"Kamu sekarang gak pernah perduli sama aku. Game game game melulu. Aku ini pacarmu, Ndre.. bukan patung! Bisa ga hargain aku?"
"Aku selalu ngertiin kegemaran kamu. Aku senang ngliat mimik mukamu yang begitu lepas saat asik main.. tapi apa pernah kamu liat aku?"
Selama hampir 1 tahun, baru kali ini aku melihat Dian begitu marah dan emosinya denganku. Matanya berlinang air yang sepertinya sudah cukup lama ia tahan untuk keluar. Aku cukup tersentak dan amarahnya mampu membuat aku sedikit terbuka pikirannya.
"Maafin aku sayang.. Aku akuin udah salah. Aku janji mulai sekarang aku bakalan lebih perhatian sama kamu."
Dan dengan mudahnya dia memaafkanku. Satu kecupanku dikeningnya mampu membuat api kekesalannya padam..

Malam ini tak biasanya, aku rebahkan tubuhku dikasur empuk kesayangan. Memang kurencanakan untuk tidak begadang dan menunda melanjutkan game Battlefield 3 yang sudah sejak kemarin aku hentikan. Moodku agak hilang sejak Dian marah kemarin.
Tapi aku kembali tersenyum simpul, entah karena merasa senang dia sudah memaafkan tanpa aku harus bersusah payah membujuknya, atau karena merasa lega dia tidak berpikir untuk meninggalkanku. Aku jadi makin tau bahwa Dian benar-benar mencintaiku.

Kebablasan, aku terlelap hingga jam 3 sore. Setelah mandi dan makan, pikiranku langsung ingin melanjutkan permainanku yang sempat tertunda tanpa mengingat untuk mengecek smartphone ku. Levelku sudah jauh diatas, tidak lama lagi aku bakalan menyelesaikan game favoritku ini. Ditambah diluar hujan, makin membuatku malas untuk melakukan aktivitas lainnya.

Jam 7 malam, hpku berbunyi menandakan ada pesan bbm yang masuk dan itu pasti dari Dian. Sengaja kuabaikan karena meski kupingku
mendengar, tak kubiarkan membuyarkan konsentrasiku untuk menang.
Ringtone panggilan masuk dari Dian kembali kubiarkan. Pikirku dia hanya menanyakan aku dimana atau sudah makan belum,
hal yang tidak terlalu penting buat ditanyakan.
"Ah lagi seru ini ih rese," gumamku sendiri sambil asik memencet stick PSku.
berkali-kali panggilan tak terjawab darinya dan aku masih tidak beranjak dari depan tv LED kesayangan.

Tepat pukul 10 malam, aku berhasil menamatkan permainan. Barulah saat itu aku menoleh ke hp yang sedari tadi sibuk berbunyi.
Dan.. kegembiraanku sesaat langsung berubah menjadi rasa cemas yang luar biasa setelah membaca bbm yang masuk dari Dian.

19.01
"Ayang dirumah kan? abis ujan aku mau kerumah nganterin sesuatu. Sayang pasti seneng :p"

19.15,
"Yang ujannya udah rada redaan, aku otw sekarang ya :*"

19.45,
"Ayang ujannya deres lagi, jemputin aku dong di ilir barat, motorku mogok"
"PING!!"
"PING!!"

20.40,
"Yang kamu dimana? :( ada yang nguntit aku drtdi, aku dorong motor nyari tambal ban susah bgt daerah sini :'("

20.42,
"Ayang perasaan aku gak enak tolong jemput aku daerah veteran kalo kamu baca, aku hubungin adekku gak aktif"
"PING!!"

Kucoba untuk meneleponnya kembali, tapi muncul suara "nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi" dari seberang sana.
Gemuruh-gemuruh langit bekas hujan makin menambah rasa takut didalam diri.
Kuputuskan untuk pergi kerumah Dian malam itu juga untuk memastikan keadaannya. Mungkin saja dia sudah pulang dan ngambek
seperti kebiasaannya sebelumnya dan jika aku menemuinya amarahnya pasti langsung mereda.

Tapi apa yang kubayangkan ternyata berbeda dengan kenyataan. Kudapati rumahnya dipenuhi tetangga dan saudaranya
dengan raut sedih dan cemas. Kulihat ada beberapa kepala tertunduk menangis didepan halamannya, menandakan ada
kabar duka dari rumah ini. Kemudian adik Dian, Reno menghampiri dan memegang pundakku.
"Kak Dian masih dirumah sakit, tapi..."
"Kakakmu kenapa Ren? tapi dia baik-baik aja kan?," Aku bertanya berharap Reno dapat menyangkal firasat burukku soal ini.
"Dia masih dirumah sakit tapi jasadnya akan segera dibawa pulang kemari".

Jasad katanya? Mataku terbelalak. Dugaanku kini tak terbantahkan meskipun aku agak bingung dengan apa yang terjadi.
Rasanya hal ini terlalu cepat bak mengedipkan mata. Wanita yang sedari tadi sibuk menghubungiku kini malah tak bisa aku
hubungi lagi lewat telepon manapun.
Malam itu benar-benar malam yang sangat berat buatku dan buat keluarganya. Aku menyalahkan diriku sendiri atas semuanya.
Keegoisan dan arogansiku yang tinggi sudah menghilangkan apa yang begitu berharga dihidupku.

Ternyata tanpa sepengetahuanku, Dian hunting sendiri kaset-kaset game PS 3 terbaru yang belum aku beli. Meskipun
dia tidak mengerti, ia berusaha untuk ikut masuk kedalam dunia yang aku gemari. Kudapati hal itu dari mulut Reno dimalam
ketiga peringatan kematiannya.
"Malem itu kak Dian hubungin aku minta dijemput tapi waktu itu hpku lagi kehabisan batre. Dia dipalak sekawanan preman mabuk,
tapi dia berusaha melawan karena isi tasnya penuh kaset PS 3 yang dia beli siangnya sebelum ingin ia antarkan ke kakak."
"Saksi mata bilang dia ditusuk didaerah perut, lalu ditinggal preman dipinggir jalan yang waktu itu lagi sepi, kak.."

Kalian pasti tau seberapa dalamnya rasa bersalahku, bukan? bagaimana penyesalan yang aku dapati setelah semua ini
terjadi bahkan dalam hitungan tahunpun tak jua menghapuskan semuanya. Meski kini aku sudah bersama wanita yang berbeda,
tapi Dian akan selalu punya tempat tersendiri disudut hati yang paling dalam, yang tak tersentuh oleh siapapun.

Jangan pernah siakan siapapun orang yang mencintaimu saat ini demi egomu sendiri. Kadang karena kita tau dia begitu
mencintai kita, kita jadi memperlakukan dia seenaknya. Lupa, bahwa tuhan bisa mengambilnya dari sisimu kapan saja.
Jangan sampai tuhan harus menamparmu dengan menghilangkan sosoknya, agar kalian lebih paham cara mensyukuri keberadaan seseorang yang telah Dia kirimkan untuk dijaga.

Tuhan, meski mungkin aku tak layak meminta, tapi tak bisa kuingkari inginku agar Dian mendapatkan tempat yang layak, disisiMu.
Amin.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar